Budi Gautama Siregar
budigautama@uinsyahada.ac.id
Kapus Pengembangan Standar Mutu, LPM UIN SYAHADA Padangsidimpuan
Pendahuluan
Kualitas pembelajaran merupakan inti dari penyelenggaraan pendidikan tinggi yang bermutu. Di lingkungan perguruan tinggi, mutu pembelajaran tidak sekadar diukur dari kelengkapan materi yang diberikan, tetapi lebih pada sejauh mana proses tersebut mampu mengembangkan kompetensi mahasiswa secara menyeluruh yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, ditegaskan bahwa setiap perguruan tinggi berkewajiban memastikan tercapainya standar nasional pendidikan tinggi, terutama dalam bidang pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembelajaran kini dipandang dari hasil capaian belajar (learning outcomes) yang terukur dan sesuai standar, bukan sekadar dari aktivitas mengajar di kelas [1].
Dalam mekanisme akreditasi pendidikan tinggi di Indonesia, mutu pembelajaran menempati posisi strategis dalam penilaian. Mengacu pada Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS) 4.0 dari BAN-PT, aspek proses pembelajaran dan metode penyampaian materi menjadi indikator penting dalam beberapa kriteria penilaian. Khususnya pada kriteria kedua dan ketiga, yaitu tata pamong serta pelaksanaan tridharma, penekanan diberikan pada kesesuaian antara kurikulum, implementasi pembelajaran, dan ketercapaian capaian pembelajaran lulusan (CPL)[2]. Ini mengindikasikan bahwa keberhasilan meraih akreditasi unggul tidak dapat dilepaskan dari kualitas pembelajaran yang sistematis dan bermakna, meskipun sarana dan dokumen administratif telah terpenuhi.
Data BAN-PT tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 40% program studi di Indonesia masih berada pada tingkat akreditasi B atau Baik Sekali. Salah satu penyebab utamanya adalah kurang optimalnya pelaksanaan proses pembelajaran, serta belum maksimalnya integrasi CPL dalam proses akademik. Beberapa kendala yang umum ditemukan antara lain penyusunan RPS yang belum efektif, kurangnya penerapan metode pengajaran inovatif, serta minimnya evaluasi sistematis terhadap kualitas pembelajaran. Sebaliknya, program studi yang mampu menumbuhkan budaya pembelajaran aktif, memanfaatkan teknologi, dan menerapkan pendekatan berbasis capaian (Outcome-Based Education/OBE), cenderung memperoleh skor akreditasi yang lebih baik.
Maka dari itu, peningkatan kualitas pembelajaran harus menjadi agenda utama dalam strategi pengembangan institusi perguruan tinggi. Upaya peningkatan ini tidak cukup dilakukan secara administratif, melainkan perlu ditopang dengan perubahan cara pandang bahwa pembelajaran yang berkualitas merupakan bagian dari budaya akademik yang harus terus dikembangkan. Diperlukan komitmen perguruan tinggi dalam mendukung dosen untuk mengembangkan desain pembelajaran yang inovatif, menciptakan lingkungan belajar yang partisipatif, serta memperkuat evaluasi pembelajaran melalui Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Dengan demikian, peningkatan mutu pembelajaran akan berdampak langsung pada pencapaian akreditasi yang lebih baik, sekaligus mencerminkan kualitas institusi secara menyeluruh.
Mutu Pembelajaran sebagai Cerminan Komitmen Universitas
Kualitas pembelajaran tidak hanya menjadi tanggung jawab individu dosen di dalam kelas, melainkan juga mencerminkan seberapa besar komitmen institusi perguruan tinggi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Ketika sebuah lembaga memiliki visi akademik yang kuat dan didukung oleh perencanaan pembelajaran yang matang, hal tersebut akan tampak dalam proses pengajaran sehari-hari, penyusunan kurikulum yang fleksibel dan relevan, serta penerapan evaluasi pembelajaran yang transparan dan berkelanjutan. Sebaliknya, jika institusi hanya menitikberatkan pada aspek administratif tanpa memperkuat aspek pedagogis, maka mutu pendidikan yang dihasilkan cenderung melemah dan mengalami stagnasi. Dengan demikian, mutu pembelajaran merupakan refleksi konkret dari keseriusan institusi dalam mewujudkan tujuan pendidikan tinggi.
Bentuk nyata dari komitmen institusi terhadap mutu pembelajaran dapat dilihat melalui kebijakan akademik yang berpihak pada peningkatan proses belajar-mengajar. Hal ini dapat meliputi penetapan standar mutu dalam penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS), optimalisasi peran unit pengembangan pembelajaran seperti pusat pembelajaran dan pengajaran (Teaching Learning Center), serta penyediaan program pelatihan berkelanjutan bagi dosen dalam hal pedagogi dan integrasi teknologi. Lembaga yang memiliki orientasi mutu tidak akan membiarkan pelaksanaan pembelajaran berjalan sendiri-sendiri, melainkan membangun sistem pendukung yang saling terhubung dan dikaji secara berkala untuk perbaikan berkelanjutan. Selain itu, mutu proses belajar mengajar juga mencerminkan sejauh mana institusi menghormati peran strategis dosen dan mahasiswa dalam proses akademik. Perguruan tinggi yang menaruh perhatian besar pada mutu akan menyediakan ruang interaksi yang sehat antara pengajar dan peserta didik, mendorong metode pembelajaran berbasis studi kasus atau pemecahan masalah, serta menerapkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning/SCL). Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak hanya bersifat pasif dan satu arah, tetapi mampu menumbuhkan kemandirian belajar, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis pada mahasiswa. Semua strategi tersebut membutuhkan kemauan kuat institusi untuk menempatkan pembelajaran sebagai prioritas utama.
Mutu pendidikan dapat dimaknai sebagai tingkat kesesuaian antara layanan pendidikan yang diberikan dengan hasil yang dicapai. Selain itu, mutu juga mencerminkan kemampuan sumber daya manusia terutama tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai sasaran pendidikan yang telah dirancang sebelumnya[3]. Dalam konteks ini, mutu pendidikan menjadi ukuran keberhasilan lembaga dalam memberikan layanan yang relevan dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik maupun pemangku kepentingan lainnya.
Pada dasarnya, mutu pendidikan menunjukkan keberhasilan institusi dalam memenuhi harapan dan tuntutan para pengguna layanan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu tidak hanya dilihat dari proses yang berjalan, tetapi juga dari hasil akhir yang dihasilkan, seperti peningkatan kompetensi lulusan dan kepuasan pihak-pihak terkait. Dalam praktiknya, mutu pendidikan merupakan sebuah pencapaian yang bersifat menyeluruh dan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
Upaya untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu membutuhkan kerja sama yang solid antar elemen dalam institusi, serta kemampuan manajerial yang efektif untuk mengelola sumber daya, proses, dan output pendidikan. Artinya, kualitas pendidikan tidak tercipta secara otomatis, tetapi melalui strategi yang terencana dan pelaksanaan yang konsisten terhadap prinsip-prinsip mutu.
Mutu juga dapat ditinjau dari lima dimensi utama . Pertama, aspek rancangan (design), yang merujuk pada spesifikasi atau desain awal suatu produk atau layanan pendidikan. Kedua, kesesuaian (conformance), yaitu tingkat keselarasan antara rancangan yang telah dirumuskan dengan implementasi aktual di lapangan. Ketiga, ketersediaan (availability), yang menyangkut aspek keandalan, daya tahan, dan kemudahan akses terhadap layanan pendidikan oleh peserta didik.
Dimensi keempat adalah keamanan (safety), yang memastikan bahwa proses dan lingkungan pendidikan aman serta tidak menimbulkan risiko bagi penggunanya, baik secara fisik maupun psikologis[4]. Terakhir, dimensi guna praksis (field use), yaitu sejauh mana layanan pendidikan memberikan manfaat nyata dan aplikatif bagi peserta didik dalam kehidupan nyata atau dunia kerja. Kelima dimensi ini menjadi tolok ukur penting dalam menilai dan meningkatkan mutu pendidikan di berbagai tingkatan.
Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran Secara Berkelanjutan
Upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran secara berkelanjutan menuntut adanya strategi yang menyeluruh dan dirancang dalam kerangka jangka panjang. Strategi ini tidak cukup bersifat reaktif dalam menanggapi kekurangan yang ada, tetapi harus bersifat proaktif dalam mengantisipasi tantangan dan menangkap peluang yang muncul dalam dunia pendidikan tinggi. Peran serta seluruh unsur di lingkungan perguruan tinggi, mulai dari pimpinan institusi, dosen, tenaga kependidikan, hingga mahasiswa, menjadi sangat krusial dalam membangun sistem pembelajaran yang berkualitas. Kolaborasi dan komitmen kolektif tersebut akan menjadi fondasi utama dalam menciptakan budaya mutu yang hidup, berkembang, dan mampu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman.
Langkah awal yang strategis dalam meningkatkan mutu pembelajaran adalah dengan memperkuat perencanaan yang berorientasi pada capaian pembelajaran (learning outcomes)[5]. Hal ini tercermin dalam penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang disusun secara sistematis, kontekstual, dan relevan dengan kebutuhan masa kini. RPS yang berkualitas tidak hanya menjadi pedoman teknis pengajaran bagi dosen, tetapi juga mencerminkan pemetaan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa. Oleh karena itu, perancangan RPS perlu mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi serta mempertimbangkan tuntutan dunia kerja dan masyarakat secara luas.
Di samping itu, peningkatan kapasitas dosen merupakan kunci penting dalam menjaga dan mengembangkan mutu pembelajaran. Lembaga pendidikan tinggi perlu menyediakan program pengembangan profesional yang berkesinambungan, baik dalam hal pedagogi, literasi digital, maupun metode pembelajaran inovatif. Pendekatan-pendekatan seperti project-based learning, flipped classroom, dan problem-based learning dapat menjadi alternatif yang efektif untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih aktif dan kontekstual. Dosen yang kompeten dan adaptif akan mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menumbuhkan daya kritis mahasiswa[6].
Pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi strategi fundamental dalam mendukung transformasi mutu pembelajaran. Penggunaan platform e-learning, Learning Management System (LMS), serta penyediaan akses terhadap berbagai sumber belajar digital dapat memperluas jangkauan dan fleksibilitas proses belajar[7]. Teknologi digital memungkinkan interaksi pembelajaran yang lebih interaktif, personalisasi materi, serta kemudahan dalam pemantauan dan evaluasi capaian pembelajaran secara real time. Dengan demikian, integrasi teknologi secara optimal bukan hanya mendukung efektivitas, tetapi juga memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam proses akademik.
Evaluasi pembelajaran yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan juga berperan penting dalam mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan. Evaluasi tidak hanya terbatas pada akhir semester, tetapi juga berlangsung secara formatif selama proses pembelajaran. Alat ukur seperti umpan balik mahasiswa, asesmen berbasis proyek, penilaian sejawat, dan audit mutu internal harus dijadikan bagian dari sistem penjaminan mutu. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembenahan secara sistematis terhadap pendekatan, metode, dan materi ajar.
Pelibatan mahasiswa sebagai mitra aktif dalam pengembangan mutu pembelajaran merupakan elemen yang tidak bisa diabaikan. Mahasiswa dapat berkontribusi melalui forum diskusi, survei evaluatif, hingga keterlibatan dalam proyek kolaboratif dosen dengan mahasiswa. Dengan mengedepankan pendekatan yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning), institusi dapat menciptakan suasana belajar yang dialogis, reflektif, dan partisipatif. Strategi-strategi ini, jika diterapkan secara konsisten, akan membentuk ekosistem pembelajaran yang unggul dan berdaya saing tinggi, sekaligus menjawab tuntutan kualitas pendidikan tinggi di era modern.
Penutup
Pembelajaran yang bermutu merupakan fondasi utama dalam membangun reputasi dan kredibilitas sebuah perguruan tinggi. Ketika institusi berkomitmen secara nyata terhadap kualitas pembelajaran melalui perencanaan yang terarah, penguatan kapasitas dosen, penggunaan teknologi yang efektif, serta pelibatan aktif mahasiswa, maka dampaknya akan tercermin secara langsung dalam peningkatan hasil akreditasi. Akreditasi yang baik bukan sekadar simbol administratif, melainkan cerminan dari proses pendidikan yang benar-benar berkualitas.
Untuk itu, seluruh unsur civitas akademika harus menyadari bahwa mutu pembelajaran bukanlah tujuan sesaat, melainkan proses berkelanjutan yang memerlukan konsistensi, evaluasi, dan inovasi. Perguruan tinggi yang serius membangun pembelajaran yang unggul tidak hanya akan menghasilkan lulusan yang kompeten, tetapi juga mendapatkan pengakuan eksternal yang membanggakan melalui akreditasi.
Melalui pembelajaran bermutu sebagai prioritas utama, institusi pendidikan akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat, memperluas jejaring kerja sama, serta memperkuat daya saing di tingkat nasional maupun internasional. Karena pada akhirnya, mutu pembelajaran hari ini adalah penentu prestasi akreditasi di masa depan.
Referensi
Fadli, Muhammad. “Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan.” Jurnal Studi Management Pendidikan 1, no. 02 (2017): 26.
Harahap, Lelyna. “Peran Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Pendidikan,” 2019.
Owlia, Mohammad S, and Elaine M Aspinwall. “A Framework for the Dimensions of Quality in Higher Education.” Quality Assurance in Education 4, no. 2 (1996): 12–20.
Penelitian, Jurnal, and Ilmu Pendidikan. “Peran Manajemen Mutu Pendidikan Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa” 4 (2025): 324–29.
Rabiah, Sitti. “Manajemen Pendidikan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.” Jurnal Sinar Manajemen 6, no. 1 (2019): 58–67. http://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/JSM.
[1] Muhammad Fadli, “Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan,” Jurnal Studi Management Pendidikan 1, no. 02 (2017): 26.
[2] Sitti Rabiah, “Manajemen Pendidikan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,” Jurnal Sinar Manajemen 6, no. 1 (2019): 58–67, http://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/JSM.
[3] Mohammad S Owlia and Elaine M Aspinwall, “A Framework for the Dimensions of Quality in Higher Education,” Quality Assurance in Education 4, no. 2 (1996): 12–20.
[4] Rabiah, “Manajemen Pendidikan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.”
[5] Rabiah.
[6] Jurnal Penelitian and Ilmu Pendidikan, “Peran Manajemen Mutu Pendidikan Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa” 4 (2025): 324–29.
[7] Lelyna Harahap, “Peran Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Pendidikan,” 2019.